Amir Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI) Ustad Abu Bakar Ba’asyir menyatakan syariah Islam adalah harga
mati yang harus diperjuangkan oleh umat Islam. Dengan syariah, umat
Islam akan mendapatkan kemuliaan. Karenanya, tidak boleh ada sikap
moderat dalam persoalan syariat. ’Tidak ada musyawarah kalau sudah
syariah. Resep dokter saja tidak pakai musyawarah, apalagi ini resep
dari Allah,’’ katanya dalam Forum Sosial Kajian Kemasyarakatan (FKSK)
ke-30 yang mengangkat tema ’Konferensi Khilafah Internasional 2007dan
Upaya penegakan Khilafah’ di Jakarta, Senin (27/8). Musyawarah,
menurutnya, boleh dalam hal yang tidak diatur dalam syariah misalnya
membangun fasilitas publik, tapi itupun harus tetap mengacu pada aturan
Islam.
Acara rutin bulanan ini menampilkan tiga pembicara yakni Ustad Abu, Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), dan Ustad M Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam). Habib Rizieq Shihab yang juga diundang, berhalangan karena sakit. Lebih dari 300 orang memadati ruang acara hingga banyak yang tidak kebagian tempat duduk.
Menurut Ustad Abu, orang beriman wajib berjuang agar syariah Islam bisa diterapkan. Usaha itu harus dilakukan dengan upaya maksimal sesuai kemampuannya. ’’Yang jelas thaghut harus diingkari dan wajib ditolak,’’ paparnya.
Ia menilai saat ini kerinduan umat Islam terhadap Islam terjadi di mana-mana. Salah satunya ditunjukkan dengan besarnya animo masyarakat untuk menghadiri Konferensi Khilafah Internasional 12 Agustus lalu. Karenanya, lanjutnya, tantangan ke depan pun akan semakin berat.
Ustad Abu kemudian mengutip sebuah kitab yang membahas tentang sepak terjang Yahudi. Dalam kitab itu digambarkan bahwa Yahudi akan mendirikan imperium dunia. Namun ada satu penghalang yang menghambat terwujudnya tujuan itu yakni Islam yang berbentuk kekuasaan. ’’Maka dibentuklah pemerintahan pura-pura yang seolah-olah memberi ruang kepada umat Islam untuk andil, tapi tidak akan pernah memberikan kepada umat Islam kekuasaan dalam arti yang sebenarnya,’’ tandasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki Solo ini pun sepakat bahwa khilafah wajib ditegakkan. Menurutnya, keberadaan khilafah akan mampu mengatasi perpecahan umat yang terjadi saat ini. ’’Selama belum ada khilafah, umat Islam akan tetap terpecah belah. Itu sudah sunatullah,’’ tandasnya.
Ia pun membantah serangan pemikiran orang antisyariah yang menyatakan banyak penyimpangan dalam pemerintahan Islam masa lalu. Menurutnya, penyimpangan itu tidak bisa digeneralisasikan bahwa sistem Islam itu salah karena yang menyimpang pelaksananya. Ustad Abu mengatakan memang sistem khilafah Utsmaniyah mirip kerajaan dalam pemilihan khalifahnya, tapi para khalifah itu tetap berhukum kepada Alquran dan Sunnah, bukan yang lain.
Sementara itu Ismail Yusanto menyatakan apa yang dilakukan oleh HTI dalam berdakwah sebenarnya tidak istimewa. HTI hanya berjuang dalam rangka isti’nafil hayatil islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam) yakni berusaha menerapkan Islam seluruhnya. Perjuangan itu dilakukan dengan proses pembinaan umat melalui penyadaran agar mau hidup dalam naungan Islam.
Ia menguraikan kembali substansi khilafah yakni syariah dan ukhuwah. Syariah adalah perkara mutlak yang harus dilaksanakan sehingga sikap muslim adalah sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat) karena itu merupakan kewajiban setiap Muslim. ’’karenanya, khilafah adalah the only choice. Inilah makna kedaulatan di tangan Allah,’’ tandasnya.
Ia membandingkan dengan sistem demokrasi yang bisa jadi membolehkan masuknya syariah ke dalamnya. ’’Tapi syariah dalam sistem demokrasi hanya menjadi option (pilihan), dan yang berdaulat adalah rakyat,’’ paparnya.
Sedangkan Ustad Al Khaththath mengajak umat Islam bersatu untuk menghadang upaya pecah belah. Ia juga mengajak umat untuk terus menyuarakan syariah dan khilafah di tempatnya masing-masing. Ia mengingatkan belakangan ada upaya untuk menghadang opini syariah dan khilafah yang dilakukan tidak hanya oleh kafir tapi juga oleh kalangan yang mengaku Islam.
Pada bagian akhir, Ustad Khaththath pun menepis pandangan beberapa intelektual dan beberapa tokoh Islam yang tidak setuju dengan khilafah. Ia meminta para jamaah bertanya kepada para tokoh itu tentang satu hal, ’’Siapa pemimpin (penguasa) pada zaman ulama-ulama seperti Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan lain-lain?
Acara rutin bulanan ini menampilkan tiga pembicara yakni Ustad Abu, Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), dan Ustad M Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam). Habib Rizieq Shihab yang juga diundang, berhalangan karena sakit. Lebih dari 300 orang memadati ruang acara hingga banyak yang tidak kebagian tempat duduk.
Menurut Ustad Abu, orang beriman wajib berjuang agar syariah Islam bisa diterapkan. Usaha itu harus dilakukan dengan upaya maksimal sesuai kemampuannya. ’’Yang jelas thaghut harus diingkari dan wajib ditolak,’’ paparnya.
Ia menilai saat ini kerinduan umat Islam terhadap Islam terjadi di mana-mana. Salah satunya ditunjukkan dengan besarnya animo masyarakat untuk menghadiri Konferensi Khilafah Internasional 12 Agustus lalu. Karenanya, lanjutnya, tantangan ke depan pun akan semakin berat.
Ustad Abu kemudian mengutip sebuah kitab yang membahas tentang sepak terjang Yahudi. Dalam kitab itu digambarkan bahwa Yahudi akan mendirikan imperium dunia. Namun ada satu penghalang yang menghambat terwujudnya tujuan itu yakni Islam yang berbentuk kekuasaan. ’’Maka dibentuklah pemerintahan pura-pura yang seolah-olah memberi ruang kepada umat Islam untuk andil, tapi tidak akan pernah memberikan kepada umat Islam kekuasaan dalam arti yang sebenarnya,’’ tandasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki Solo ini pun sepakat bahwa khilafah wajib ditegakkan. Menurutnya, keberadaan khilafah akan mampu mengatasi perpecahan umat yang terjadi saat ini. ’’Selama belum ada khilafah, umat Islam akan tetap terpecah belah. Itu sudah sunatullah,’’ tandasnya.
Ia pun membantah serangan pemikiran orang antisyariah yang menyatakan banyak penyimpangan dalam pemerintahan Islam masa lalu. Menurutnya, penyimpangan itu tidak bisa digeneralisasikan bahwa sistem Islam itu salah karena yang menyimpang pelaksananya. Ustad Abu mengatakan memang sistem khilafah Utsmaniyah mirip kerajaan dalam pemilihan khalifahnya, tapi para khalifah itu tetap berhukum kepada Alquran dan Sunnah, bukan yang lain.
Sementara itu Ismail Yusanto menyatakan apa yang dilakukan oleh HTI dalam berdakwah sebenarnya tidak istimewa. HTI hanya berjuang dalam rangka isti’nafil hayatil islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam) yakni berusaha menerapkan Islam seluruhnya. Perjuangan itu dilakukan dengan proses pembinaan umat melalui penyadaran agar mau hidup dalam naungan Islam.
Ia menguraikan kembali substansi khilafah yakni syariah dan ukhuwah. Syariah adalah perkara mutlak yang harus dilaksanakan sehingga sikap muslim adalah sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat) karena itu merupakan kewajiban setiap Muslim. ’’karenanya, khilafah adalah the only choice. Inilah makna kedaulatan di tangan Allah,’’ tandasnya.
Ia membandingkan dengan sistem demokrasi yang bisa jadi membolehkan masuknya syariah ke dalamnya. ’’Tapi syariah dalam sistem demokrasi hanya menjadi option (pilihan), dan yang berdaulat adalah rakyat,’’ paparnya.
Sedangkan Ustad Al Khaththath mengajak umat Islam bersatu untuk menghadang upaya pecah belah. Ia juga mengajak umat untuk terus menyuarakan syariah dan khilafah di tempatnya masing-masing. Ia mengingatkan belakangan ada upaya untuk menghadang opini syariah dan khilafah yang dilakukan tidak hanya oleh kafir tapi juga oleh kalangan yang mengaku Islam.
Pada bagian akhir, Ustad Khaththath pun menepis pandangan beberapa intelektual dan beberapa tokoh Islam yang tidak setuju dengan khilafah. Ia meminta para jamaah bertanya kepada para tokoh itu tentang satu hal, ’’Siapa pemimpin (penguasa) pada zaman ulama-ulama seperti Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan lain-lain?
Al
29-08-2007, 19:17
Sejak
kehancuran payung Dunia Islam sekitar 86 tahun yang lalu, saat
kekhilafahan Turki Utsmaniyah dihapuskan, kaum Muslimin seperti
kehilangan arah. Sejak itulah berbagai persoalan berupa penjajahan dan
penindasan menimpa umat Islam hingga kini. Disadari atau tidak, umat
Islam memerlukan kembali kepemimpinan yang dapat menyatukan kaum
Muslimin sedunia dengan penegakan syariah secara kaffah.
Apakah ide khilafah sebagaimana yang tegak berdiri pada masa lalu bisa berdiri kokoh dan dapat diterima oleh seluruh umat Islam, terutama di Indonesia? Berikut wawancara Eramuslim dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, di Jakarta.
Sebenarnya maksud dari khilafah itu apa, mungkin sebagian orang Islam belum mengerti?
Khilafah itu adalah kepemimpinan umat Islam sedunia atau kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimim di dunia untuk menegakan syariat Islam dan mengemban dakwah ke segenap penjuru dunia.
Dalam perkembangannya sejarah yang membentang selama lebih dari 1300 tahun, khilafah secara praktis telah berhasil menaungi dunia Islam dan menyatukan umat Islam seluruh dunia untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah, sehingga kerahmatan yang dijanjikan benar-benar terwujud.
Dalam konteks saat ini, khilafah tidak ada. Namun untuk mendirikan kembali, paling tidak diperlukan pemahaman yang sama, untuk kemudian bisa menyetujui, dan berupaya mewujudkannya. Dengan demikian akan ada proses politik untuk memajukan figur khalifah itu.
Tahapan untuk menghadirkan seorang khalifah dalam ide khilafah ini masih sangat jauh, baru pada tahap pertama. Bahkan orang banyak yang salah paham menganggap khilafah itu sebagai khilafiah, ataupun khilafah dengan khofifah.
ismail-y.jpg
Ada yang penilai konteks kekhilafahan ini tidak cocok bagi Indonesia?
Kami serahkan penilaian kepada tiap-tiap individu yang memberikan pendapat itu. Tapi kami sendiri justru mempertanyakan ketidakcocokan itu di mana. Inti dari khilafah itu adalah syariah dan yang kedua persatuan (ukhuwah). Syariah itu kita perjuangkan dengan keinginan mendalam untuk menggantikan sekularisme. Yang saya kira telah memimpin Indonesia selama 60-an tetapi tidak memberikan apa-apa kecuali berbagai persoalan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri secara tegas mengatakan, bahwa sekularisme itu tidak sesuai dengan Islam dan haram untuk mengikutinya. Karenanya harus ada yang diganti. Sebagai seorang muslim, gantinya yang paling cocok dengan syariah. Indonesia kan merupakan negeri muslim terbesar, dan kita sendiri merdeka dengan mengatakan atas berkah rahmat Allah. Allah yang mana yang dimaksud oleh negara mayoritas muslim, kecuali Allah SWT dengan segala kekuasaannya itulah seharusnya kita mengambil syariah itu sebagai pengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian dari substansi dari khilafah yang kedua adalah persaudaraan (ukhuwah) atau persatuan. Kita menyerukan persatuan, penjagaan terhadap negeri muslim, termasuk Indonesia. Jangan sampai Indonesia terpecah belah dengan gagasan yang tidak cocok dengan Indonesia. Bahwa kemudian kita ingin mengamankan sebuah persatuan yang lebih besar. Saya kira tidak perlu keluar dari apa yang menjadi kepentingan negeri ini untuk membangun negeri yang kuat yang tidak mudah diekspolitasi oleh negara-negara asing, seperti yang tampak oleh kita saat ini. Karena itu gagasan yang ada pada khilafah itu substansinya adalah syariah dan ukhuwah sangat cocok untuk negeri ini. Itulah pendirian kami.
Bagaimana pandangan Anda terhadap pemerintah di Indonesia?
Pemerintah belum sepenuhnya bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, diman terbentuk pemerintah yang aman dan amanah. Karena diakui memang sistem yang digunakan bukan khilafah dan bukan sistem Islam yang menegakan syariah. Hal itu diakui oleh mereka.
Apakah Anda melihat kondisi persaudaraan ataupun persatuan umat Islam sudah memprihatinkan?
Ukhuwah dalam beberapa hak ukhuwah itu terlihat, misalnya apabila sedang menyelenggarakan acara bersama, tetapi ketika sudah meyangkut kepentingan politik tampak sekali perpecahan itu. Misalnya pada hasil pemilu 2004 ada semacam ketidaksatuan pendapat antara umat Islam. Jadi sebenarnya sistem khilafah ini, bukan sistem yang baru, sudah pernah ada pada masa lalu dalam buku-buku dan kitab fiqih yang kita baca. Mengenai masa depan bangsa ini terbuka, saya kira apa yang ada dinegeri ini bukan tidak mungkin tidak bisa berubah.
Memang kita sering mengatakan ini jangan diubah, tapi toh faktanya UUD 1945 saja yang pada masa orde baru dilarang untuk diubah nyatanya mengalami perubahan. Jadi segala sesuatu yang dipandang kurang bagus dan ada alternatif yang lebih baik. Saya kira terbuka untuk kemungkinan perubahan, dan kita menawarkan sesuatu yang Insya Allah akan membuat Indonesia lebih baik.
Seperti diketahui Indonesia sangat beragam, bagaimana Hizbut Tahrir meyakinkan bahwa syariah itu penting dan bagus?
Pertama tentu kita akan meyakinkan bahwa mereka tidak akan pernah terusik dengan ketidakmuslimannya, meraka akan terjaga karena memang dalam syariat Islam ada aturannya untuk melindungi kehidupan non muslim. Tidak perlu dikhawatirkan dari syariah. Dalam kehidupan publik terkait dengan sistem ekonomi, politik dan sosial budaya mereka harus mengikuti syariah. Kita harus berfikir, bahwa kita berada dalam sistem yang baik. Sepanjang sejarah Islam, antara non muslim yang berada dalam sistem syariah dapat hidup dengan damai, sejahtera, serta adil, tidak ada masalah.
Bagaimana tanggapan dari ormas Islam lain terhadap ide khilafah yang dibawa oleh Hizbut Tahrir?
Pada umumnya ormas Islam di Indonesia menyambutnya dan mendukung ide tersebut.
Ada sejumlah kalangan berpendapat, ide khilafah ini akan mengancam NKRI?
Mengancam dari sisi mana? Khilafah dan syariah itu akan menggantikan sekularisme. Di mana sekularisme sudah membuat celaka negeri kita, justru yang mengancam itu sekularisme dan kapitalisme global. Fakta sudah nyata. Ukhuwah justru akan mensolidkan negara dari ancaman separatisme yang mengancam. Bentuk separatisme, seperti RMS dan Papua Merdeka itu yang mengancam, bukannya khilafah. Khilafah malah akan menyelamakan NKRI dari kehancuran. (Rz/Noffel)
[eramuslim.com; Minggu, 12 Agu 07 15:06 WIB]
Apakah ide khilafah sebagaimana yang tegak berdiri pada masa lalu bisa berdiri kokoh dan dapat diterima oleh seluruh umat Islam, terutama di Indonesia? Berikut wawancara Eramuslim dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, di Jakarta.
Sebenarnya maksud dari khilafah itu apa, mungkin sebagian orang Islam belum mengerti?
Khilafah itu adalah kepemimpinan umat Islam sedunia atau kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimim di dunia untuk menegakan syariat Islam dan mengemban dakwah ke segenap penjuru dunia.
Dalam perkembangannya sejarah yang membentang selama lebih dari 1300 tahun, khilafah secara praktis telah berhasil menaungi dunia Islam dan menyatukan umat Islam seluruh dunia untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah, sehingga kerahmatan yang dijanjikan benar-benar terwujud.
Dalam konteks saat ini, khilafah tidak ada. Namun untuk mendirikan kembali, paling tidak diperlukan pemahaman yang sama, untuk kemudian bisa menyetujui, dan berupaya mewujudkannya. Dengan demikian akan ada proses politik untuk memajukan figur khalifah itu.
Tahapan untuk menghadirkan seorang khalifah dalam ide khilafah ini masih sangat jauh, baru pada tahap pertama. Bahkan orang banyak yang salah paham menganggap khilafah itu sebagai khilafiah, ataupun khilafah dengan khofifah.
ismail-y.jpg
Ada yang penilai konteks kekhilafahan ini tidak cocok bagi Indonesia?
Kami serahkan penilaian kepada tiap-tiap individu yang memberikan pendapat itu. Tapi kami sendiri justru mempertanyakan ketidakcocokan itu di mana. Inti dari khilafah itu adalah syariah dan yang kedua persatuan (ukhuwah). Syariah itu kita perjuangkan dengan keinginan mendalam untuk menggantikan sekularisme. Yang saya kira telah memimpin Indonesia selama 60-an tetapi tidak memberikan apa-apa kecuali berbagai persoalan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri secara tegas mengatakan, bahwa sekularisme itu tidak sesuai dengan Islam dan haram untuk mengikutinya. Karenanya harus ada yang diganti. Sebagai seorang muslim, gantinya yang paling cocok dengan syariah. Indonesia kan merupakan negeri muslim terbesar, dan kita sendiri merdeka dengan mengatakan atas berkah rahmat Allah. Allah yang mana yang dimaksud oleh negara mayoritas muslim, kecuali Allah SWT dengan segala kekuasaannya itulah seharusnya kita mengambil syariah itu sebagai pengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian dari substansi dari khilafah yang kedua adalah persaudaraan (ukhuwah) atau persatuan. Kita menyerukan persatuan, penjagaan terhadap negeri muslim, termasuk Indonesia. Jangan sampai Indonesia terpecah belah dengan gagasan yang tidak cocok dengan Indonesia. Bahwa kemudian kita ingin mengamankan sebuah persatuan yang lebih besar. Saya kira tidak perlu keluar dari apa yang menjadi kepentingan negeri ini untuk membangun negeri yang kuat yang tidak mudah diekspolitasi oleh negara-negara asing, seperti yang tampak oleh kita saat ini. Karena itu gagasan yang ada pada khilafah itu substansinya adalah syariah dan ukhuwah sangat cocok untuk negeri ini. Itulah pendirian kami.
Bagaimana pandangan Anda terhadap pemerintah di Indonesia?
Pemerintah belum sepenuhnya bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan, diman terbentuk pemerintah yang aman dan amanah. Karena diakui memang sistem yang digunakan bukan khilafah dan bukan sistem Islam yang menegakan syariah. Hal itu diakui oleh mereka.
Apakah Anda melihat kondisi persaudaraan ataupun persatuan umat Islam sudah memprihatinkan?
Ukhuwah dalam beberapa hak ukhuwah itu terlihat, misalnya apabila sedang menyelenggarakan acara bersama, tetapi ketika sudah meyangkut kepentingan politik tampak sekali perpecahan itu. Misalnya pada hasil pemilu 2004 ada semacam ketidaksatuan pendapat antara umat Islam. Jadi sebenarnya sistem khilafah ini, bukan sistem yang baru, sudah pernah ada pada masa lalu dalam buku-buku dan kitab fiqih yang kita baca. Mengenai masa depan bangsa ini terbuka, saya kira apa yang ada dinegeri ini bukan tidak mungkin tidak bisa berubah.
Memang kita sering mengatakan ini jangan diubah, tapi toh faktanya UUD 1945 saja yang pada masa orde baru dilarang untuk diubah nyatanya mengalami perubahan. Jadi segala sesuatu yang dipandang kurang bagus dan ada alternatif yang lebih baik. Saya kira terbuka untuk kemungkinan perubahan, dan kita menawarkan sesuatu yang Insya Allah akan membuat Indonesia lebih baik.
Seperti diketahui Indonesia sangat beragam, bagaimana Hizbut Tahrir meyakinkan bahwa syariah itu penting dan bagus?
Pertama tentu kita akan meyakinkan bahwa mereka tidak akan pernah terusik dengan ketidakmuslimannya, meraka akan terjaga karena memang dalam syariat Islam ada aturannya untuk melindungi kehidupan non muslim. Tidak perlu dikhawatirkan dari syariah. Dalam kehidupan publik terkait dengan sistem ekonomi, politik dan sosial budaya mereka harus mengikuti syariah. Kita harus berfikir, bahwa kita berada dalam sistem yang baik. Sepanjang sejarah Islam, antara non muslim yang berada dalam sistem syariah dapat hidup dengan damai, sejahtera, serta adil, tidak ada masalah.
Bagaimana tanggapan dari ormas Islam lain terhadap ide khilafah yang dibawa oleh Hizbut Tahrir?
Pada umumnya ormas Islam di Indonesia menyambutnya dan mendukung ide tersebut.
Ada sejumlah kalangan berpendapat, ide khilafah ini akan mengancam NKRI?
Mengancam dari sisi mana? Khilafah dan syariah itu akan menggantikan sekularisme. Di mana sekularisme sudah membuat celaka negeri kita, justru yang mengancam itu sekularisme dan kapitalisme global. Fakta sudah nyata. Ukhuwah justru akan mensolidkan negara dari ancaman separatisme yang mengancam. Bentuk separatisme, seperti RMS dan Papua Merdeka itu yang mengancam, bukannya khilafah. Khilafah malah akan menyelamakan NKRI dari kehancuran. (Rz/Noffel)
[eramuslim.com; Minggu, 12 Agu 07 15:06 WIB]
Al
29-08-2007, 19:19
Parpol Islam harus konsisten pada komitmen memperjuangkan syariat.
JAKARTA — Menindaklanjuti rekomendasi Silaturahim Ulama se-Nusantara yang menyerukan penegakan syariat Islam di Indonesia, maka menjadi kewajiban bagi partai-partai berasaskan Islam untuk ikut memperjuangkannya lewat parlemen. Bila tidak, berarti selama ini Islam hanya menjadi komoditas politik mereka. Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Alkhaththath, mengatakan, perjuangan menegakkan syariat Islam bisa dilakukan melalui parlemen, asalkan mereka benar-benar menjadikan mimbar parlemen sebagai lahan dakwah. Menjadi tugas ormas Islam pula untuk mendakwahi partai-partai Islam. ”Ada yang bilang tak mungkin. Padahal bisa, dengan catatan anggota parlemen komitmen dengan syariat Islam. Satu catatan lagi, hanya bisa dari partai yang terbina dakwah Islam,” katanya, usai diskusi tentang khilafah Islam, di Jakarta, Senin (27/8).
Partai Islam juga harus menyiapkan konsep Islam dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan pertahanan. ”Kalau memang betul-betul mengaku partai Islam harus siapkan konsep dan mengkaji secara syariat. Jangan hanya label Islam saja, tapi harus benar-benar adopsi ide-ide Islam,” kata Alkhaththath.
Namun dia tak mau mengomentari apakah selama ini partai Islam sudah memperjuangkan ide-ide Islam atau sekadar tempel label Islam. ”Kita berprasangka baik saja,” ujarnya.
Perjuangan sulit
Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, juga meminta partai-partai Islam di parlemen untuk bersikap tegas dalam masalah syariat dan tak melakukan kompromi. ”Harus tegas partai-partai itu di parlemen. Kalau tak bisa tegas tak perlu jadi partai,” kata Ba’asyir.
Namun dia mengingatkan, memperjuangkan syariat Islam dalam sistem demokrasi akan sulit. Sebab, bisa saja aturan yang sesuai syariat atau notabene perintah Tuhan, akan divoting dan bisa kalah oleh suara makhluknya. ”Masak perintah Allah kalah dengan ‘resep dokter’. Apa ada resep dokter juga divoting?” ujar Ba’asyir.
Sementara Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, menegaskan perlunya sikap konsisten dari partai-partai Islam untuk memperjuangkan syariat, bukan hanya menjadikannya sebagai komoditas politik. ”Sekarang ini tak jelas, kadang gonta-ganti antara politisasi Islam dengan islamisasi politik,” kata Ismail. Namun dia sendiri mempertanyakan, apakah mungkin syariat bisa menjadi sistem dominan. Misalnya dalam ekonomi Indonesia yang menerapkan dual system, yaitu ekonomi konvensional dan syariah, padahal keduanya bertolak belakang.
Keduanya bisa hidup berdampingan bila dalam posisi supra struktur dan sub struktur. Tapi terbukti ekonomi Islam selama ini hanya menjadi subordinat sistem ekonomi konvensional. ”Kalau memang begitu kita harus terima syariah menjadi subsistem saja. Tapi ini tak bisa disebut melaksanakan syariah dan juga tak akan pernah menyelesaikan masalah ekonomi,” tandas Ismail.[rto; Selasa, 28 Agustus 2007]
Sumber : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=304727&kat_id=3
JAKARTA — Menindaklanjuti rekomendasi Silaturahim Ulama se-Nusantara yang menyerukan penegakan syariat Islam di Indonesia, maka menjadi kewajiban bagi partai-partai berasaskan Islam untuk ikut memperjuangkannya lewat parlemen. Bila tidak, berarti selama ini Islam hanya menjadi komoditas politik mereka. Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Alkhaththath, mengatakan, perjuangan menegakkan syariat Islam bisa dilakukan melalui parlemen, asalkan mereka benar-benar menjadikan mimbar parlemen sebagai lahan dakwah. Menjadi tugas ormas Islam pula untuk mendakwahi partai-partai Islam. ”Ada yang bilang tak mungkin. Padahal bisa, dengan catatan anggota parlemen komitmen dengan syariat Islam. Satu catatan lagi, hanya bisa dari partai yang terbina dakwah Islam,” katanya, usai diskusi tentang khilafah Islam, di Jakarta, Senin (27/8).
Partai Islam juga harus menyiapkan konsep Islam dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan pertahanan. ”Kalau memang betul-betul mengaku partai Islam harus siapkan konsep dan mengkaji secara syariat. Jangan hanya label Islam saja, tapi harus benar-benar adopsi ide-ide Islam,” kata Alkhaththath.
Namun dia tak mau mengomentari apakah selama ini partai Islam sudah memperjuangkan ide-ide Islam atau sekadar tempel label Islam. ”Kita berprasangka baik saja,” ujarnya.
Perjuangan sulit
Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, juga meminta partai-partai Islam di parlemen untuk bersikap tegas dalam masalah syariat dan tak melakukan kompromi. ”Harus tegas partai-partai itu di parlemen. Kalau tak bisa tegas tak perlu jadi partai,” kata Ba’asyir.
Namun dia mengingatkan, memperjuangkan syariat Islam dalam sistem demokrasi akan sulit. Sebab, bisa saja aturan yang sesuai syariat atau notabene perintah Tuhan, akan divoting dan bisa kalah oleh suara makhluknya. ”Masak perintah Allah kalah dengan ‘resep dokter’. Apa ada resep dokter juga divoting?” ujar Ba’asyir.
Sementara Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, menegaskan perlunya sikap konsisten dari partai-partai Islam untuk memperjuangkan syariat, bukan hanya menjadikannya sebagai komoditas politik. ”Sekarang ini tak jelas, kadang gonta-ganti antara politisasi Islam dengan islamisasi politik,” kata Ismail. Namun dia sendiri mempertanyakan, apakah mungkin syariat bisa menjadi sistem dominan. Misalnya dalam ekonomi Indonesia yang menerapkan dual system, yaitu ekonomi konvensional dan syariah, padahal keduanya bertolak belakang.
Keduanya bisa hidup berdampingan bila dalam posisi supra struktur dan sub struktur. Tapi terbukti ekonomi Islam selama ini hanya menjadi subordinat sistem ekonomi konvensional. ”Kalau memang begitu kita harus terima syariah menjadi subsistem saja. Tapi ini tak bisa disebut melaksanakan syariah dan juga tak akan pernah menyelesaikan masalah ekonomi,” tandas Ismail.[rto; Selasa, 28 Agustus 2007]
Sumber : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=304727&kat_id=3